Anhar Ihwan1,2) dan Abdul Hadi2) 1)Laboratorium Kesehatan
Kalimantan Selatan; 2)Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat Email:
atakhadi@hotmail.com
Abstrak
Kualitas udara di ruas jalan yang dilintasi angkutan batu
bara di Kota Banjarmasin dipelajari dengan mengukur kadar PM 10, CO, NOx, SOx
dan O3 pada jalan lebar, tidak ada gedung dan dilintasi angkutan batu bara (Jl
Subarjo lokasi I dan II), dan jalan sempit, dengan gedung yang tinggi, dan
dilintasi angkutan batu bara (Jl PM Noor lokasi III dan IV). Parameter kualitas
udara di amati setiap 6 jam dalam 24 jam. Perhitungan terhadap arus lalu
lintas, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin juga dilakukan pada
saat yang bersamaan dengan pengambilan sampel kualitas udara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa PM 10 tertinggi terukur pada lokasi III, berturut-turut
diikuti oleh lokasi II, IV dan I. Kadar gas CO, NOx, SOx dan O3 tertinggi
terukur pada lokasi III, seterusnya diiukuti oleh lokasi IV, II dan I. Arus
lalu lintas yang dinyatakan dalam satuan smp per jam, berhubungan kuat atau
sangat kuat dengan kadar polutan udara yang terukur di masing-masing ruas
jalan.
Kata kunci: arus lalu-lintas, batubara, kualitas udara,
pencemar udara.
Latar Belakang
Cadangan
batu bara Kalimantan Selatan menempati urutan ke dua terbesar, dengan perkiraan
sebesar 52 miliar ton. Produksi per tahun mencapai 113 juta ton dan
berkontribusi sebesar 26% dari produksi batu bara Indonesia (Sodikin, 2003).
Pengangkutan hasil tambang ini dilakukan melalui jalan-jalan umum.
Sektor transportasi merupakan penghasil
pencemar udara yang utama di perkotaan, terutama dari transportasi darat.
Kendaraan bermotor merupakan sumber pencemar udara berupa gas CO, NOx, SO2,
partikulat, HC dan Pb (Moestikahadi, 1999). Oleh karena itu menarik untuk
diteliti tentang kadar pencemar udara dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada
ruas jalan yang dilewati angkutan batubara.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar pencemar udara; gas
CO, NO2, SO2, O3, dan PM. 10 di ruas Jalan Soebardjo dan Jalan Noor di Kota
Banjarmasin; dan menghubungkan arus lalu lintas, tinggi gedung, lebar jalan dan
faktor meteorologi seperti: suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin
terhadap kadar polutan di udara.
Metode Penelitian
Pengukuran
kualitas udara dilakukan
sesuai dengan petunjuk teknis pengukuran untuk parameter ISPU, yaitu selama 24
jam. Untuk keperluan analisis, pengukuran tersebut dibagi dalam 4 periode yang
masing-masing periode terdiri dari 6 jam pengukuran (periode I; 06.00 – 12.00,
periode II; 12.00 – 18.00, periode III; 18.00 – 00.00 dan perode IV; 00.00 –
06.00). Setiap titik dilakukan pengukuran selama 3 (tiga) hari sebagai ulangan
yang berselang setiap 2 (dua) hari pada periode Mei-Agustus 2006.
Sampel PM10
diukur dengan HVS, sedang CO, NOx, SOx dan O3 diambil dengan reagen penyerap di
dalam tabung Midget Impinger. Perhitungan terhadap arus lalu lintas, pengukuran
tinggi gedung, lebar jalan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin,
juga dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pengambilan sampel kualitas
udara.
Data yang
diperoleh diolah, diubah dalam bentuk angka ISPU, sehingga dapat diketahui
tingkat pencemar udara di masing-masing ruas jalan menurut kategori ISPU.
Selanjutnya, hubungan antara arus
lalu lintas dan faktor meteorologi (suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan
angin) terhadap kadar polutan di udara, diuji dengan Pearson Correlations. Kekuatan korelasi antar masing-masing variabel
yang diuji, diinterpretasikan berdasarkan nilai r, sebagai berikut (Sugiyono,
2000). Untuk melihat kontribusi lebar jalan dan tinggi gedung terhadap kadar
polutan udara, dilakukan dengan membandingkan kadar polutan udara antar titik
pengukuran.
Hasil dan Pembahasan
a. Faktor Lingkungan dan Faktor
Meteorologi
Hasil pencatatan faktor meteorologi
menunjukkan bahwa suhu udara di lokasi penelitian, terukur bervariasi antara
24,28 s.d 33,50 OC, menurut periode pengukuran suhu tertinggi terukur pada
periode jam 12.00 - 18.00. Sedangkan suhu terendah terukur pada periode jam
00.00 – 06.00, hal ini bersesuaian dengan kejadian secara alami, seiring dengan
terjadinya peningkatan kelembaban udara.
b. Arus Lalu Lintas
Arus lalu lintas yang disinyalir sebagai
satu-satunya sumber polutan udara pada masingmasing ruas jalan di lokasi
penelitian tercatat bervariasi. Arus lalu lintas tertinggi di masingmasing
lokasi selalu terukur pada periode jam 06.00 – 12.00 dan arus lalu lintas
terendah selalu terukur pada jam 00.00 – 06.00.
c. Kadar Polutan Udara
Kadar debu dan gas pencemar udara di
masing-masing lokasi penelitian selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.
Menurut periode pengukuran, kadar debu paling tinggi terukur pada periode jam
06.00 – 12.00, yaitu 755,20 μg/m3. Hal ini
berhubungan dengan lebih tinggingnya arus lalu lintas pada periode jam tersebut
dibanding dengan arus lalu lintas pada periode lainnya.
d. Hubungan Arus Lalu
Lintas dan Faktor Meteorologi dengan Kadar Polutan di Udara di Ruas Jalan
Hubungan arus lalu lintas yang dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang (smp/jam) dengan seluruh polutan udara dinyatakan bermakna secara
statistik. Terlihat bahwa nilai R berkisar antara 0,563 – 0,946, artinya
hubungan antara arus lalu lintas dengan kadar polutan udara termasuk dalam
kategori hubungan sedang, kuat, dan sangat kuat.
KESIMPULAN
Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa kadar PM. 10 tertinggi terukur pada titik III,
berturut-turut diikuti oleh titik II dan titik IV, sedangkan kadar PM. 10
terendah terukur pada titik I. Kadar gas CO, SO2, NO2 dan O3 tertinggi juga
terukur pada titik III, seterusnya berturut-turut diikuti oleh titik IV, II dan
titik I. Selanjutnya, arus lalu lintas yang dinyatakan dalam satuan smp/jam,
berhubungan dengan kadar polutan udara yang terukur di masingmasing ruas jalan,
hubungan tersebut paling banyak termasuk dalam kategori hubungan kuat dan
sangat kuat. Demikian pula, faktor meteorologi seperti; suhu udara, kelembaban
udara dan kecepatan angin mempunyai hubungan yang bervariasi dengan kadar
polutan di udara, mulai dari hubungan yang termasuk dalam kategori rendah,
sedang, kuat dan sangat kuat. Khusus untuk kelembaban udara hubungannya
bersifat terbalik, yaitu bila kelembaban udara tinggi maka kadar polutan udara
cenderung rendah dan demikian sebaliknya. Menurut kategori ISPU, titik I
termasuk dalam kategori Tidak Sehat dengan parameter dominan adalah PM. 10,
dampaknya jarak pandang turun dan terjadi pengotoran debu di mana-mana.
Sedangkan di titik II, III dan IV termasuk dalam kategori Berbahaya dengan
parameter dominan tetap PM. 10, artinya tingkat yang berbahaya bagi semua
populasi yang terpapar.
Daftar Pustaka
Moestikahadi, Soedomo. Kumpulan
Karya Ilmiah : Mengenai Pencemaran Udara. Penerbit ITB, Bandung, 1999.
Sugandi E.
Sugiarto. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Andi Offset, Yogyakarta,
1993.
Sugiyono,
Statistika Untuk Penelitian. CV. Alfabeta, Bandung, 2000. Suryabrata, Sumadi,
Metodologi Penelitian. Penerbit PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1998.