Selasa, 16 Desember 2014

KUALITAS UDARA DI RUAS JALAN YANG DILINTASI ANGKUTAN BATU BARA DI KOTA BANJARMASIN AIR QUALITY IN STREETS PASSED THROUGH BY COAL VIHICLES IN BANJARMASIN


Anhar Ihwan1,2) dan Abdul Hadi2) 1)Laboratorium Kesehatan Kalimantan Selatan;  2)Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat Email: atakhadi@hotmail.com 
Abstrak 
ž      Kualitas udara di ruas jalan yang dilintasi angkutan batu bara di Kota Banjarmasin dipelajari dengan mengukur kadar PM 10, CO, NOx, SOx dan O3 pada jalan lebar, tidak ada gedung dan dilintasi angkutan batu bara (Jl Subarjo lokasi I dan II), dan jalan sempit, dengan gedung yang tinggi, dan dilintasi angkutan batu bara (Jl PM Noor lokasi III dan IV). Parameter kualitas udara di amati setiap 6 jam dalam 24 jam. Perhitungan terhadap arus lalu lintas, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin juga dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pengambilan sampel kualitas udara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PM 10 tertinggi terukur pada lokasi III, berturut-turut diikuti oleh lokasi II, IV dan I. Kadar gas CO, NOx, SOx dan O3 tertinggi terukur pada lokasi III, seterusnya diiukuti oleh lokasi IV, II dan I. Arus lalu lintas yang dinyatakan dalam satuan smp per jam, berhubungan kuat atau sangat kuat dengan kadar polutan udara yang terukur di masing-masing ruas jalan. 
žžKata kunci: arus lalu-lintas, batubara, kualitas udara, pencemar udara. 
 
 Latar Belakang
                Cadangan batu bara Kalimantan Selatan menempati urutan ke dua terbesar, dengan perkiraan sebesar 52 miliar ton. Produksi per tahun mencapai 113 juta ton dan berkontribusi sebesar 26% dari produksi batu bara Indonesia (Sodikin, 2003). Pengangkutan hasil tambang ini dilakukan melalui jalan-jalan umum.
    Sektor transportasi merupakan penghasil pencemar udara yang utama di perkotaan, terutama dari transportasi darat. Kendaraan bermotor merupakan sumber pencemar udara berupa gas CO, NOx, SO2, partikulat, HC dan Pb (Moestikahadi, 1999). Oleh karena itu menarik untuk diteliti tentang kadar pencemar udara dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada ruas jalan yang dilewati angkutan batubara.
        Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar pencemar udara; gas CO, NO2, SO2, O3, dan PM. 10 di ruas Jalan Soebardjo dan Jalan Noor di Kota Banjarmasin; dan menghubungkan arus lalu lintas, tinggi gedung, lebar jalan dan faktor meteorologi seperti: suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin terhadap kadar polutan di udara.

 Metode Penelitian
         Pengukuran kualitas udara dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis pengukuran untuk parameter ISPU, yaitu selama 24 jam. Untuk keperluan analisis, pengukuran tersebut dibagi dalam 4 periode yang masing-masing periode terdiri dari 6 jam pengukuran (periode I; 06.00 – 12.00, periode II; 12.00 – 18.00, periode III; 18.00 – 00.00 dan perode IV; 00.00 – 06.00). Setiap titik dilakukan pengukuran selama 3 (tiga) hari sebagai ulangan yang berselang setiap 2 (dua) hari pada periode Mei-Agustus 2006.
                 Sampel PM10 diukur dengan HVS, sedang CO, NOx, SOx dan O3 diambil dengan reagen penyerap di dalam tabung Midget Impinger. Perhitungan terhadap arus lalu lintas, pengukuran tinggi gedung, lebar jalan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin, juga dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pengambilan sampel kualitas udara.
             Data yang diperoleh diolah, diubah dalam bentuk angka ISPU, sehingga dapat diketahui tingkat pencemar udara di masing-masing ruas jalan menurut kategori ISPU.
                Selanjutnya, hubungan antara arus lalu lintas dan faktor meteorologi (suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin) terhadap kadar polutan di udara, diuji dengan Pearson Correlations.  Kekuatan korelasi antar masing-masing variabel yang diuji, diinterpretasikan berdasarkan nilai r, sebagai berikut (Sugiyono, 2000). Untuk melihat kontribusi lebar jalan dan tinggi gedung terhadap kadar polutan udara, dilakukan dengan membandingkan kadar polutan udara antar titik pengukuran.
 
Hasil dan Pembahasan
 
a. Faktor Lingkungan dan Faktor Meteorologi
       Hasil pencatatan faktor meteorologi menunjukkan bahwa suhu udara di lokasi penelitian, terukur bervariasi antara 24,28 s.d 33,50 OC, menurut periode pengukuran suhu tertinggi terukur pada periode jam 12.00 - 18.00. Sedangkan suhu terendah terukur pada periode jam 00.00 – 06.00, hal ini bersesuaian dengan kejadian secara alami, seiring dengan terjadinya peningkatan kelembaban udara.
  b. Arus Lalu Lintas
        Arus lalu lintas yang disinyalir sebagai satu-satunya sumber polutan udara pada masingmasing ruas jalan di lokasi penelitian tercatat bervariasi. Arus lalu lintas tertinggi di masingmasing lokasi selalu terukur pada periode jam 06.00 – 12.00 dan arus lalu lintas terendah selalu terukur pada jam 00.00 – 06.00.
c. Kadar Polutan Udara
    Kadar debu dan gas pencemar udara di masing-masing lokasi penelitian selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3. Menurut periode pengukuran, kadar debu paling tinggi terukur pada periode jam 06.00 – 12.00, yaitu 755,20 μg/m3. Hal ini berhubungan dengan lebih tinggingnya arus lalu lintas pada periode jam tersebut dibanding dengan arus lalu lintas pada periode lainnya.
  d. Hubungan Arus Lalu Lintas dan Faktor Meteorologi dengan Kadar Polutan di Udara di Ruas Jalan
     Hubungan arus lalu lintas yang dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp/jam) dengan seluruh polutan udara dinyatakan bermakna secara statistik. Terlihat bahwa nilai R berkisar antara 0,563 – 0,946, artinya hubungan antara arus lalu lintas dengan kadar polutan udara termasuk dalam kategori hubungan sedang, kuat, dan sangat kuat.
 
KESIMPULAN
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kadar PM. 10 tertinggi terukur pada titik III, berturut-turut diikuti oleh titik II dan titik IV, sedangkan kadar PM. 10 terendah terukur pada titik I. Kadar gas CO, SO2, NO2 dan O3 tertinggi juga terukur pada titik III, seterusnya berturut-turut diikuti oleh titik IV, II dan titik I. Selanjutnya, arus lalu lintas yang dinyatakan dalam satuan smp/jam, berhubungan dengan kadar polutan udara yang terukur di masingmasing ruas jalan, hubungan tersebut paling banyak termasuk dalam kategori hubungan kuat dan sangat kuat. Demikian pula, faktor meteorologi seperti; suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin mempunyai hubungan yang bervariasi dengan kadar polutan di udara, mulai dari hubungan yang termasuk dalam kategori rendah, sedang, kuat dan sangat kuat. Khusus untuk kelembaban udara hubungannya bersifat terbalik, yaitu bila kelembaban udara tinggi maka kadar polutan udara cenderung rendah dan demikian sebaliknya. Menurut kategori ISPU, titik I termasuk dalam kategori Tidak Sehat dengan parameter dominan adalah PM. 10, dampaknya jarak pandang turun dan terjadi pengotoran debu di mana-mana. Sedangkan di titik II, III dan IV termasuk dalam kategori Berbahaya dengan parameter dominan tetap PM. 10, artinya tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar. 
 
Daftar Pustaka 
  Moestikahadi, Soedomo. Kumpulan Karya Ilmiah : Mengenai Pencemaran Udara. Penerbit ITB, Bandung, 1999.
  Sugandi E. Sugiarto. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Andi Offset, Yogyakarta, 1993.
  Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian. CV. Alfabeta, Bandung, 2000. Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian. Penerbit PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1998.

 
 

Minggu, 30 November 2014

Kerusakan Lingkungan Hidup Kepulauan Riau


Berhubung propinsi ini hampir 90% berupa laut, maka kerusakan tersebut banyak terjadi di wilayah pesisir pantai dan laut. Kerusakan tersebut berupa polusi laut yang berasal dari limbah minyak (sludge oil) yang dibuang dari kapal atau dari berbagai industri, polusi benda padat yang berupa limbah biji dan kepingan besi dari industri pengamplasan dan pengecatan kapal, dan pembabatan hutan mangrove. Akibat polusi tersebut, masyarakat pesisir termasuk nelayan adalah penerima dampak negatif yang terbesar. Nelayan sudah tidak dapat menangkap ikan di sekitar pantai, karena ikan-ikan beserta biota laut lainnya mati akibat polusi minyak. Hilangnya hutan mangrove ribuan hektar mengakibatkan biota yang hidup di habitat tersebut ikut menghilang.
Menanggapi berita tersebut, tampak bahwa lingkungan pesisir pantai dan laut masih dianggap sebagai tempat pembuangan limbah. Laut dianggap sebagai milik umum (public property) sehingga setiap orang dapat bebas memanfaatkannya. Oleh karena pemilikan umum, maka jarang bahkan tidak ada upaya untuk memeliharanya, termasuk upaya untuk mencegah perusakan. Kurangnya perasaan memiliki (sense of belonging) menyebabkan mudahnya terjadi perusakan milik umum. Hutan mangrove pun masih dianggap oleh sebagian orang sebagai daerah yang mubazir. Jika hutan tersebut dibabat dan menjadi wilayah terbuka maka lahan itu dapat dimanfaatkan untuk keperluan komersial sendiri.

Lalu apa upaya-upaya pemda kepulauan Riau untuk menangani masalah ini?

Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Riau secara resmi menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada hari ini di Tanjungpinang. Penyusunan RAPERDA PPLH melalui berbagai tahapan dengan melibatkan berbagai pihak baik Pemerintah Daerah, LSM perguruan tinggi, dunia usaha dan tokoh masyarakat yang memberi masukan, tanggapan dan koreksi serta secara khusus kepada segenap Pimpinan dan Anggota Panitia Khusus (PANSUS) yang secara simultan bekerja siang dan malam dengan waktu yang relatif singkat ditengah kesibukan yang tinggi.
Gubernur Kepulauan Riau, H. Muhammad Sani dalam pidatonya menegaskan “Pemerintah Daerah berupaya untuk memberikan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Kepulauan Riau. Perda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ini, diharapkan dapat menjadi pedoman dalam hal pengelolaan lingkungan. Penataan lingkungan hidup tidak hanya menjadi tugas dan tanggungjawab Pemerintah Daerah saja, melainkan juga menjadi tugas dan tanggungjawab dari Masyarakat dan Pihak Swasta yang memiliki usaha berdampak pada lingkungan.” Perda ini penting bagi Kepulauan Riau karena dapat digunakan sebagai instrumen pengawasan pelaksanaan pembangunan, mengingat Kepulauan Riau terdiri dari sekitar 4% daratan dan 96% lautan dengan kekayaan tambang yang perlu dikelola secara berkelanjutan berwawasan lingkungan.

Apresiasi

Sabar Ginting, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup Bidang Energi Bersih dan Terbarukan yang mewakili Menteri LH Baltazar Kambuaya, menyampaikan apresiasi atas inisiatif menyusun Perda Lingkungan Hidup ini.

Penetapan Perda merupakan tindak lanjut Undang-Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang merupakan upaya dalam mengatasi persoalan-persoalan lingkungan di Provinsi Kepulauan Riau.

Perda ini tidak hanya sekedar meng-"copy-paste" dari UU di atasnya, akan tetapi mencerminkan pengaturan yang dibutuhkan oleh ekosistem lingkungan hidup di Provinsi Kepulauan Riau, sehingga peraturan daerah ini merupakan salah satu peraturan perundang-undangan yang tersusun dengan baik dan komprehensif.

Perda Lingkungan Hidup Provinsi Kepulauan Riau ini melengkapi keberadaan Perda Lingkungan Hidup di provinsi lain seperti Provinsi Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat dan Aceh.

Pasal 63 ayat (1) huruf O UU/2009 mengamanatkan bahwa Menteri Lingkungan Hidup melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

Dengan mandat tersebut, maka Kementerian Lingkungan Hidup telah banyak melakukan asistensi kepada Pemerintah Daerah maupun DPRD baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Keberhasilan dalam penyusunan Peraturan Daerah yang baik di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sangatlah tergantung pada komitmen yang kuat baik dari pemerintah daerah maupun DPRD.

Pengambilan keputusan Perda PPLH Kepri tersebut menunjukkan komitmen yang kuat dari DPRD dan Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau untuk bisa menghasilkan peraturan yang berpihak pada lingkungan hidup dan diharapkan bisa menjadi model serta menginspirasi daerah lainnya.

Sumber :


http://jdih.kepriprov.go.id/index.php/2014-10-18-05-21-33/tgyfah/82-upaya-terciptanya-kepastian-hukum-di-lingkungan-pemerintah-provinsi-kepri